Ngabubuwrite Bersama Anak Yatim

“Di penghujung waktu saat azan isya akan  tiba, mereka semua sepakat. Berjanji lebih tepatnya. Untuk mulai menulis.”
Ada yang enggak bisa sungkem ke orang tua di hari raya. Bukan karena enggak mudik. Tapi, karena orang tua memang sudah enggak ada.
Ada yang enggak pulang ke kampung halaman. Bukan karena enggak punya kampung. Tapi untuk apa, karena pulang pun tidak ada saudara dan keluarga yang dijumpa.
 
Seperti mereka, putri-putri mungil ini. Anak-anak yatim piatu penghuni salah satu panti asuhan di Kabupaten Kudus.
 
Di sepuluh hari terakhir Ramadan kali ini, berbahagia sekali bisa hadir mengunjungi mereka.
 
Membawakan menu sederhana, lalu menyajikannya pada mereka. Mendengarkan cerita mereka, sambil menanti waktu berbuka. Hingga azan tiba, memandangi satu per satu wajah mereka, yang sedang menikmati ikan bakar ala kadarnya.
 
Selepas salat magrib berjemaah, tiba waktunya untuk berbagi kisah. Tentang penting dan mulianya aktivitas menulis dalam kehidupan.
 
Ada yang bengong, karena baru tahu sisi mulianya. Ada yang kaget, karena baru tahu betapa pentingnya. Ada yang tertawa, karena bahagia masih berkesempatan mencoba. Sampai ada yang menyesal, karena pernah enggak menyukai aktivitas menulis sama sekali.
 
Di penghujung waktu saat azan isya akan segera tiba, mereka semua sepakat. Berjanji lebih tepatnya. Untuk mulai menulis.
 
Menulis apa saja. Minimal menulis kisah keseharian mereka. Termasuk kisah saat berlebaran tanpa sanak keluarga. Juga orang tua.
 
Sepertinya, janji mereka cukup kuat. Terlihat dari guratan senyum saat menerima buku agenda yang dibagikan. Buku dengan lembaran kosong. Tanpa satu pun tulisan.
 
Agar mereka mulai menulis. Menulis apa pun di dalamnya.
Menulis apa pun. Menulis apa pun. Di dalamnya.
 
Semoga, hal yang tak seberapa ini, ilmu yang secuil ini, bermanfaat bagi mereka. Semoga.
 
Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.