Sebijak Apa Kita Menulis Tentang Gajah?

“Apaaa??! Kamu ngatain aku gendut bengkak seperti gajah??!”

Saya membaca beberapa tulisan berbeda tentang Gajah.

Bocah pertama menulis gajah itu hewan berkaki empat. Bocah kedua menulis gajah itu hewan dengan belalai panjang. Bocah ketiga menulis gajah itu hewan bertelinga lebar. Mereka bertiga benar. Masing-masing sedang menulis data.

Lalu saya membaca tulisan bocah keempat, juga tentang gajah. Menurutnya, gajah adalah hewan berkaki empat yang memiliki belalai panjang serta telinga yang lebar. Bocah itu juga benar. Dia sedang menulis informasi.

Lalu saya membaca lagi tulisan seorang anak yang lebih dewasa. Tulisan bocah kelima, dan masih tentang gajah.

Ia menulis, telinga dan belalai gajah itu ada fungsinya. Yaitu sebagai alat pendingin tubuhnya.

Menurutnya, gajah adalah hewan darat terbesar di bumi. Dengan tubuh sebesar itu, gajah memiliki suhu tubuh yang tinggi. Lebih tinggi dari suhu tubuh manusia.

Karena bersuhu tubuh tinggi, gajah perlu alat untuk mengatur suhu tubuhnya. Yaitu melalui telinga lebar yang terus mengipas, serta belalai panjang untuk mengambil air dan menyiramkan ke seluruh tubuhnya.

Jadi, telinga dan belalai gajah memang didesain khusus berkaitan dengan mekanisme penurunan suhu tubuh mereka. Tuhan Maha Keren dalam mencipta, begitu tulis bocah kelima itu.

Saya melongo. Bagus nian tulisannya.

Fine, saya paham. Dia sedang menulis pengetahuan.

Terakhir, saya membaca tulisan seorang kakek tua. Catatan sederhana tapi bijaksana. Masih tentang gajah. Dan saya tertegun membacanya.

Menurutnya, ada tingkatan ilmu dalam menulis. Dari sebatas menulis level data, informasi, pengetahuan, dan yang tertinggi adalah level kebijaksanaan. Seperti yang ia tuliskan. Ketika menulis kebijaksanaan dalam mendefinisikan gajah.

Kakek tua itu bertutur dalam tulisnya.

Gajah adalah termasuk hewan ciptaan Tuhan. Manusia harus menjaganya.

Melalui telinga dan belalai gajah, Tuhan membuka rahasia dan menyampaikan perintah tak nampak bagi manusia. Yaitu rahasia bahwa gajah adalah hewan bersuhu tubuh tinggi, sehingga manusia diperintah oleh Tuhan untuk menjaganya . Bagaimana caranya?

Caranya, dengan menjaga alam. Mempertahankan keseimbangan suhu bumi, dan melestarian hutan.

Yang paling sederhana, menanam pohon di setiap lahan. Meski hanya di depan rumah di tiap sudut halaman. Bantu mereka. Ya, bantu mereka para gajah itu. Itulah diantara perintah-Nya, melalui telinga dan belalai gajah.

Tuhan selalu meletakan rahasia pada setiap ciptaan-Nya. Manusia hanya perlu berpikir untuk membuka tabir, lalu menuliskannya.

Menulis segala tentang semesta dengan hati, tapi jangan lupa diasah lebih dahulu hatinya. Dengan banyak tafakur mempertanyakan, berpikir dalam diam, serta menikmati sendiri proses kontemplasi.

Demikian tulis si kakek tua.

Meski faktanya, kakek tua dan para bocah itu tak pernah ada. Dan tak pernah sekalipun pula saya membaca tulisan mereka.

Tentang gajah itu,..?

Hmm,..
Bahkan membayangkan tubuh gajah saja, aku langsung teringat kamu. Iya kamu, Sayang.

“Apaaa??! Kamu ngatain aku gendut bengkak seperti gajah??!”

Plaaak!

Hiks, salah lagi.

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.