Tuhan & Cinta

“Mencintai tanpa memikirkan segala hal tentang yang dicintai, itu omong kosong namanya. Dan samudera, masih cukup luas untuk menampung manusia semacam itu di dalamnya.”

Kamu mencintai Tuhan-mu?

“Iya.”

Lalu bagaimana mungkin kamu mencintai-Nya tanpa pernah memikirkan-Nya? Hanya mengimani-Nya saja? Itu bullshit namanya!

Tak ada cinta tanpa memikirkan yang dicinta. Apapun yang dicintainya itu. Bahkan dalam konsep Mahabbatullah Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa “memikirkan yang dicintai” adalah salah satu ciri bahwa seseorang sedang mencintai.

Ketika kamu mencintai jomblo yang tinggal di sebelah rumahmu, 24 jam kamu pasti akan memikirkan segala tentangnya. Segala hal tentang dirinya akan mendominasi pikiranmu. Hobinya, kesukaannya, aktivitasnya dan banyak hal lain yang kamu pikirkan tentangnya.

Bahkan kadang pikiran yang lebih jauh dan ke mana-mana. Ada air atau enggak di rumahnya, bisa cebok atau enggak nanti kalo boker. Pake sabun atau enggak ceboknya. Bau atau enggak. Baunya harum atau prengus. Hayah, dihubung-hubungkan semua. Segalanya.

Tuhan-mu??
Enggak. Kamu enggak pernah cinta pada Tuhan-mu!

Kamu hanya terbawa-bawa suasana saja. Terbawa lingkungan di sekitarmu. Ikut-ikutan keluargamu, temanmu, gurumu. Kamu hanya biasan dari mereka saja. Bukan cintamu sendiri.

Buktinya, tak pernah kamu memikirkan tentang-Nya. Tak pernah. Sekalipun tak pernah.

Jangankan memikirkan ayat-ayat qouliyah-Nya secara mendalam dengan bermacam tafsir, asbab, tarikh, hakikat makhorijul huruf dan segala bentuk arti dari tajwidnya. Memikirkan ayat-ayat kauniyah-Nya yang ada di hadapan mata saja kau abaikan sedemikian rupa.

Dari mulai daun jatuh berserakan dan goyangan rerumputan tak kau pikirkan. Udara dibuat mengalir menjadi angin tak kau hiraukan. Pipa kapiler harus ada di semesta agar air menjalar ke atas melawan sifat kodratnya, kau abaikan. Tak pernah kau pikirkan. Menyedihkan!

Di mana cinta pada Tuhan-mu?
Enggak ada!

Wujud cintamu itu hanya bias semata. Imbas dari kata mereka saja. Yang mendongengimu dengan cerita, yang mereka terima dari “katanya-katanya” juga. Lalu sampai padamu cerita itu. Kamu dengarkan, kamu iyakan, tanpa pernah kamu pikirkan. kemudian kamu teruskan pada anak cucumu. Begitu seterusnya akan seperti itu.

Sampai lambat laun akalmu mati. Kebenaran bukanlah hasil pencarian dari tafakurmu sendiri. Hanya dari mereka yang sejatinya juga menerima cerita itu dengan cara yang tak jauh beda denganmu. Tanpa pencarian. Tanpa pentafakuran. Tanpa menggunakan akal fikiran. Hanya hasil mendengarkan.

Akalmu?

Dia hanya nganggur saja di dalam tempurung kepala sana. Dan segeralah berharap saja semoga Tuhan tidak menyesal karena telah menciptakannya. Otakmu, yang canggih itu.

Mencintai tanpa memikirkan segala hal tentang yang dicintai, itu omong kosong namanya. Dan samudera, cukup luas untuk menampung manusia semacam itu di dalamnya. Para manusia malas yang enggan menggunakan akalnya.

Enggak perlu bicara tentang Tuhan lebih dahulu, lah. Tahan saja ketika ingin berbicara tentang cinta pada-Nya. Jika memikirkannya saja, dirimu tak pernah melakukannya.

Bertafakurlah. Meski hanya berteman wajan, sutil dan penggorengan seadanya. Berpikirlah, karena itulah satu-satunya jalan menuju ma’rifatillah-Nya. Berpikirlah. Teruslah berpikir!

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,….

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.