Pria Penebar Sperma!

“Kamu, enggak perlu jadi banjingan untuk menjadi pria luar biasa!”

Cukup layani istrimu tiap dia membutuhkanmu. Suapi anakmu dan ganti popoknya setiap waktu. Itu sudah cukup menjadikanmu sebagai lelaki dengan derajat yang tinggi. Luar biasa. Setidaknya di hadapan mereka. Keduanya, istri dan anakmu.

Percayalah. Perihal menjadi bajingan, aku pernah menyandang gelarnya. Pernah melalui jalannya. Dan untuk merasa luar biasa melalui jalan semacam itu, sedikitpun tak pernah membuahkan hasil. Tak akan mengantarkanmu pada tujuan muliamu.

Setidaknya, kala kau mau jujur pada nuranimu. Nol besar, jika kau merasa luar biasa bahagia dengan cara seperti itu. Preet!

Dengarkan ini, Cuk!

Istrimu ditambah anakmu, merekalah kekuatan luar biasamu. Yang satunya kau pilih, satunya lagi adalah karuniamu. Tak perlu lagi kau membagi cinta dan mencari yang lainnya selain mereka.

Kan pernah kubilang.

Itu, segenggam daging itu, yang disebut vagina itu, meski bentuknya berbeda tapi rasanya sama. Jadi untuk apa kau palingkan rasa pada yang lainnya. Ingat, Cuk. Satu tak akan habis, seribu tak akan cukup buatmu!

Perintah Tuhan?

Oh, come’on. Jangan menjadi manusia beragama yang tolol!

Mungkin kau perlu menilik apa itu ayat lokal dan universal. Berlaku untuk siapa, kapan dan dimana. Mampu tidak engkau memenuhi hakikat syaratnya.

Ayolah, sesekali lihatlah penjabaran tentang hal itu. Lihat dari sudut mata hatimu, bukan cuma dari sudut selangkanganmu. Jangan. Jangan kau melihatnya dari situ!

Lihatlah dari sudut pandang hati sanubari yang paling jujur sebagai manusia. Yang tak diperkenankan menyakiti manusia satu dan lainnya. Termasuk pada istrimu. Termasuk pada anakmu.

Lihatlah dengan jelas, lihatlah dengan tenang. Agar tak perlu lagi kau berteriak agama dengan lantang, tapi selangkanganmu keras menggelinjang. Itu konyol, Cuk!

Sudahlah, akui saja.

Pengkhianatan yang kau labeli “poligami” itu, cuma sebatas kamuflase berlandaskan ceceran sperma. Sembunyi-sembunyi, tanpa suara. Penuh kebohongan sebab aturan tak dijadikan pijakan.

Sehingga teriakan hati seorang istri yang kau khianati, akanlah tetap kencang mengerang. Meski lantangnya, tak pernah sampai di telingamu. Sehingga tak mampu dirimu untuk mendengarnya. kamu tau kan, apa sebabnya?

Sebab penismu yang sudah terlanjur liar itu, telah menutup kedua lubang kupingmu. Rapat. Tak bercelah lagi. Kamu mendadak tuli. Tak bernurani. Nalarmu pun sekejap mati.

Hati mereka berteriak. Meskipun tanpa bersuara. Sensitifitasmu sebagai manusialah yang mampu mendengarnya.

Jaga istrimu. Jaga anakmu. Kondisikan selangkanganmu. Harusnya kau seperti itu, Cuk.

Asu!

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.