Kata “ku” dan “kau” itu bentuk ringkas dari kata ganti “aku” dan “engkau”. Yang begini, biasa disebut “klitik”. Bukan “itik”, itu hewan unggas.
Satu hal yang kamu harus tahu, Esmeralda. “Klitik” itu selalu dirangkai dengan kata lain yang mengikuti atau mendahuluinya.
Klitik “ku” dapat diletakkan di depan, misalnya “kubuka”. Atau di belakang misalnya “bukuku”. Sedangkan klitik “kau” hanya dapat diletakkan di depan saja, misalnya “kaubuka”. Dan untuk di belakang, maka digunakan klitik orang kedua yaitu “-mu”. Bentuk ringkas dari “kamu”. Iya, kamu. Yang lagi manyun itu.
Klitik yang ada di depan suatu kata biasa disebut proklitik. Jadi, klitik “ku-“ dan “kau-“ yang berada di depan suatu kata, maka disebut proklitik. Enggak paham? Sama!
Setelah sebelumnya kamu adalah Tempe, maka sekarang kamu harus Tahu, Esmeralda. Bahwa proklitik hanya dapat dilekatkan dengan kata kerja (verba) pasif. Misalnya :
kucium
kaucoret
dan tidak boleh diikuti oleh kata kerja aktif, nehi!. Misalnya :
kumencium
kaumencoret
karena, jika diikuti oleh kata kerja aktif maka kedua proklitik itu harus kautulis dalam bentuk kata panjangnya. “Ku” ditulis “aku”, “kau” ditulis “engkau”. Sehingga menjadi seperti ini :
aku mencium
engkau mencoret
Nah, perkara apa yang dicium dan apa yang dicoret, hanya dirimu dan rerumputan di halaman rumahmu yang tahu. Iya, kan?
Aniway, selain sebagai klitik, “kau” juga dapat berupa kata yang berdiri sendiri serta berfungsi sebagai sinonim dari kata “engkau”. Sedangkan “ku” tidak dapat berdiri sendiri, capek dia. Enggak ada temannya.
Contoh “kau” yang berdiri sendiri dan berfungsi sebagai sinonim :
“Kau ikut, tidak?” Sinonim dari “Engkau ikut atau tidak?”
“Kau harus ikut.” Sinonim dari “Engkau harus ikut.”
Contoh “ku” yang salah karena memaksakan diri untuk berdiri sendiri :
“Ku ikut, dong.” Seharusnya “Aku ikut, dong.”
“Ku ikuti kamu.” Seharusnya “Aku ikuti kamu,” atau “kuikuti kamu.”
Mau ikut ke mana?
Suka-suka dirimu saja, Esmeralda.
Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…