Andai Cinta Tetap Agung

“Agama tanpa cinta, mampu menghilangkan nyawa. Cinta meski tanpa agama, dia tetap bisa memanusiakan manusia.”

Sadar atau tidak, banyak terjadi di sekitar kita. Kondisi dimana cinta seseorang harus terbentur adanya perbedaan. Suku, Ras, bahkan agama serta keyakinan. Lucu ya.

Bagaimana tidak. Padahal kita tidak pernah tahu akan menjadi apa ketika dilahirkan. Akan berwarna berkeyakinan, bersuku, dan ras apa, yang mana.

Tapi begitu dewasa, perbedaan entitas-entitas itu justru sering menjadi penyebab terpenggalnya cinta pada sesama.

Bukankah kita ada adalah hasil dari pergumulan cinta? Puncaknya cinta? Aktifitas bercinta.

Lalu berlindung di dalam Rahim Sembilan bulan lamanya. Sebelum akhirnya njedul ke dunia lewat lubang vagina. Karena cinta, kan?

Tapi cobalah lihat. Perbedaan yang seharusnya jadi penyempurna, justru menjadi alasan untuk membunuh cinta yang ada. Yang dimiliki oleh seseorang untuk orang lain yang menjadi pilihannya.

Jangankan ras, suku, dan golongan. Bahkan agama pun seharusnya enggak menjadi alat untuk mengkerdilkan cinta. Apalagi, agama adalah cinta itu sendiri.

Saat ini justru terbalik kondisinya. Dogma-dogma di agungkan, namun cinta pada sesama dikesampingkan.

Lihat saja, berapa banyak para pemuja agama yang menghilangkan nyawa manusia lainnya. Sebab tidak ada cinta di dalam dirinya.

Namun perhatikan pula, berapa banyak manusia yang enggak mengenal agama. Mereka tetap bisa mencintai sesama.

Ya. Agama tanpa cinta, mampu menghilangkan nyawa. Sedang cinta meski tanpa agama, dia tetap bisa memanusiakan manusia.

Namun demikian, tatkala beragama seharusnya kita juga tetap mengagungkan cinta. Pada sesama makhluk-Nya. Termasuk sesama manusia.

Bersyukurlah kita enggak lahir di Planet Cybertron. Sehingga enggak perlu menyembah Kubik Matrik yang diperebutkan oleh Autobot dan Decepticon.

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.