Benarkah Mayoritas Penghuni Neraka Adalah Wanita?

“Sebagai penutup, suami seperti apakah yang dimaksud dalam pembahasan ini? Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…”

Untuk menjawab pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini, pertama-tama tentu saja kamu harus mengingat firman-Nya. Yang menegaskan bahwa semua manusia (baik pria maupun wanita) memiliki derajat yang sama di hadapan-Nya.

Tentunya, Tuhan enggak pernah membeda-bedakan hamba-Nya berdasar jenis kelamin atau strata sosial, dong. Sebab di hadapan-Nya hanya ketaqwaanlah yang memengaruhi tinggi-rendahnya derajat seseorang. Begitu, kan?

Sebenarnya, sampai di sini saja sudah terjawab apa yang menjadi pertanyaan dalam judul tulisan ini.

Namun di khalayak ramai, pertanyaan tersebut masih menjadi tanda tanya. Terutama pada sebagian besar kaum wanita, “Benarkah kaum hawa menjadi penghuni mayoritas di neraka?”  

Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Tirmidzi, keterangan tersebut memang ada. Tertulis, bahwa penghuni neraka terbanyak adalah dari golongan wanita.

“Rasulullah bersabda: ‘Saya (Rasulullah Saw) berdiri di depan pintu neraka. Kebanyakan orang yang masuk neraka adalah perempuan.”  (HR. Bukhari, Muslim dan Tirmidzi)

Bagaimana penjelasan terkait hadis tersebut?

Bagi yang enggak memahami akibat kurang membaca, hadis tersebut tentu menjadi pertanyaan. Seolah-olah ada sekat dan pembeda antara pria dan wanita. Pun bagi yang awam, hadis tersebut bisa dijadikan gambaran bahwa seolah-olah wanita adalah kaum yang patut disalahkan.

Secara letterlijk atau harfiah, hadis tersebut bisa saja disalahgunakan oleh orang yang enggak bertanggung jawab. Sebagai legitimasi kaum pria untuk menghardik wanita dan merendahkannya. Padahal jika mau mendalami leksikalnya, hadis tersebut memiliki kandungan maksud dan tujuan yang sangat mulia.

Dalam kitab Tuhfathul Ahwadzi, Al-Mubarakfury coba menjelaskan. Bahwa yang dimaksud dalam hadis tersebut bukanlah berarti secara kuantitas, bahwa penghuni neraka adalah wanita. Melainkan hanya sebagai anjuran bagi para wanita untuk menjaga dirinya agar terhindar dari api neraka.

Hal ini sekaligus menjadi bukti kepedulian Rasulullah SAW terhadap kaum wanita. Dan bukan bermaksud untuk memarginalkannya.

Kepedulian Rasulullah itu dibuktikan dengan adanya pengajaran berupa imbauan serta kiat-kiat khusus bagi kaum wanita, yang harus dilakukan agar enggak terjerumus ke dalam api neraka.

Kiat dan imbauan tersebut tercantum dalam riwayat hadis yang lain. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga.

Dalam Kitab Sahih Bukhari, Imam Bukhari membuat satu bab khusus yang memuat alasan mengapa wanita dikatakan sebagai kaum mayoritas penghuni neraka. Bab itu diberi judul Kufran al-`Ashîr wa Kufrun Dûna Kufrin.

Dalam bab tersebut, Imam Bukhari mencantumkan hadis riwayat Abu Said al-Khudri yang menyaksikan Rasulullah SAW bersabda kepada beberapa sahabiyah (sahabat perempuan).

“Rasulullah SAW bersabda: ‘Wahai wanita sekalian bersedekahlah! Karena sesungguhnya aku diperlihatkan mayoritas penghuni neraka adalah kalian (kaum wanita).’ Kemudian para wanita itu bertanya: ‘Mengapa, Ya Rasulullah?’ Rasul pun menjawab: Karena kalian sering melaknat dan berbuat kufur kepada suami.”

Dalam Fathul Bari-nya, Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan. Bahwa yang dimaksud kufur dalam hadis tersebut bukanlah kufur yang menjadikan manusia keluar dari agama.

Melainkan mengingkari kenikmatan yang telah diupayakan oleh suami. Serta meninggalkan kebaikan yang telah dilakukannya. Sehingga menjadikan istri tersebut enggak taat.

Penjelasannya. Misal suami sudah banyak berbuat baik kepada istrinya selama setahun penuh. Namun karena ada ujian atau kendala, menyebabkan suami enggak bisa berbuat baik satu kali saja. Lantas istri melupakan seluruh kebaikan yang telah diberikan oleh suaminya, selama satu tahun itu. Inilah yang dimaksud kufur dalam hadis tersebut.

Sebagai contoh dalam bentuk lain. Misalnya seorang suami secara rutin telah memberikan nafkah kepada isterinya. Namun, suatu ketika suami diuji kebangkrutan, sehingga enggak bisa menafkahi istri dalam jumlah seperti biasanya. Kemudian istri melaknatnya dengan mengatakan, “Memang, kamu enggak pernah memberikan nafkah!”

Atau contoh lainnya lagi. Yaitu istri terlalu banyak menuntut. Padahal suami sudah berusaha dengan sekuat tenaga dari pagi hingga malam untuk mencari nafkah.

Dalam Faidul Bari diperjelas. Bahwa hadis tersebut muncul sebab kala itu para wanita jahiliyah sering melaknat dan mengkufuri suaminya.

Sehingga hadis itu menjadi sebuah bentuk pengajaran yang diupayakan oleh Baginda Rasulul, agar kaum wanita yang telah menjadi umatnya, enggak melakukan perbuatan yang sama dengan para wanita jahiliyah.

Sehingga wanita yang menjadi umatnya, dapat selamat dari siksa neraka. Yaitu di antaranya dengan bersedekah, enggak kufur pada suami, apalagi melaknatnya.

Namun jika para wanita yang telah menjadi umatnya (termasuk wanita zaman sekarang) masih tetap melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh wanita jahiliyah, maka neraka adalah sebuah keniscayaan.

So clear, ya.

Inti dari hadis tersebut bukan bermaksud untuk memarginalkan wanita. Apalagi untuk merendahkannya. Bukan. Sama sekali, bukan!

Tuhan sungguh Mahabaik. Logikanya, Dia enggak sekejam itu, dong. Menciptakan wanita lantas memarginalkannya sebagai kaum mayoritas penghuni neraka.

Sebagai penutup, suami seperti apakah yang dimaksud dalam pembahasan ini?

Tentu saja suami yang saleh, mendalami agama dengan benar, dan enggak hobi melakukan kemaksiatan.

Paham kan, Esmeralda?

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.