Dwi Siska Saputri

“Saya rasa, tentang perempuan ini, ya, memang sudah waktunya untuk dipublikasikan, sih. Dan tidak perlu ditutupi, agar semua mengetahui.”

*****

Dan yang paling penting, agar kita semua lebih berhati-hati. Dari tindakan penipuan dan modus pembajakan WahtsApp melalui media sosial!

Tetapi, sebentar. Tidak perlu patah hati begitu juga, sih. Saat melihat foto perempuan ini. Termasuk ketiga foto lain, yang lebih dahulu saya unggah sebelumnya. Yakni yang tampak di bawah ini.

Ada foto wanita mengenakan anting segede gaban di telinga  kiri, foto wanita di depan mobil Mercy warna hitam, dan foto wanita dengan bando warna merah di kepala. Semuanya saya ambil dari akun Facebook yang sama, bernama Dwi Siska Saputri. Tautan: https://www.facebook.com/adita.frasiska. Tanpa izin. Namun, diniatkan untuk tujuan berbagi informasi penting serta pembelajaran.

Baru tadi malam saya mengonfirmasi permintaan pertemanan darinya. Setelah lebih dahulu cek profil dan menemukan ada teman bersama di akunnya. Yakni nama yang saya kenali, serta pernah mengikuti kelas kepenulisan yang diadakan oleh Aksarapedia di suatu daerah.

Karena sempat mengira bahwa Dwi Siska Saputri ini pernah mengikuti kelas menulis, maka permintaan pertemanannya pun saya terima. Apalagi, foto-fotonya sudah saya cek. Asli, milik akun tersebut. Bukan mencomot dari Google atau akun media sosial milik orang lain.

Sebuah pesan dari Dwi Siska Saputri, masuk di messanger. Menyapa, memperkenalkan diri.

Saya tanggapi –cukup dingin— dengan bertanya, “Apa kita pernah saling mengenali sebelumnya?”

Ternyata, saya salah duga. Dwi Siska Saputri ini tidak pernah mengikuti kelas kepenulisan sama sekali. Pun, boro-boro tahu apa itu Aksarapedia, meski dirinya sempat menyampaikan gemar menulis juga.

Lalu, tidak ada angin, tidak ada kentut, tiba-tiba Dwi Siska Saputri ini mengajak untuk melanjutkan obrolan di WhatsApp.

“Chat di wa aja bang. tapi no wa aku sudah di daftar private soalnya kemarin banyak orang yang iseng chat di wa aku yang aku ga kenal makanya wa aku daftar private, biar orang ga sembarang bisa chat harus aku konfir dlu prtemananya bru bisa chat, kirim no wa abang nnti aku konfir,” ujarnya.

Sebagai cowok ganteng yang sok jual mahal, tentu saja, saya tidak mudah mengiyakan permintaannya. Memangnya, kita cowok apakah. Hah!

“Serius lanjut di WhatsApp?? Kita, kan, baru kenal. Kalau saya cowok jahat, bagaimana?”

Jawab saya pura-pura. Jadi cowok perlu jaim, jangan asal menyosor. Memangnya soang.

“Kalau orang jahat semoga allah memberikan hidayah dan bertobat,” jawabnya. Duh, bawa-bawa Tuhan segala, pula. Berdebar, saya.

Akhirnya, saya memberikan nomor WhatsApp. Sempat berpikir positif. Mungkin, Dwi Siska Saputri ini ingin berdiskusi tentang kepenulisan. Atau, mau curhat tentang kewanitaan. Entahlah. Pokoknya, pikiran saya jernih. Maklum terlalu banyak minum air gunung. Hingga tetek terakhir.

“Crot!”

Sebuah pesan singkat masuk ke ponsel saya. SMS dari nomor pusat WhatsApp, yang berkantor di Menlo Park, California, Amerika, sana. Pesannya berisi enam digit angka verifikasi. Saya perhatikan angka-angka tersebut.

Di messanger, Dwi Siska Saputri masih sibuk mengirim pesan kembali. Beruntun malahan. Mungkin, karena pesannya tidak segera saya tanggapi. Sebab, mendadak saya harus segera membuka artikel lama, yang dahulu pernah saya baca.

“Itu ada sms kode konfirmasi prtemanan wa aku bang. Coba cek sms pesannya. Kodenya brpa mau aku konfir dlu. Biar bisa langsung chat.” Ujarnya.

“Brpa bang? Mana bang?”

Saya masih belum menanggapi. Baru setelah selesai membaca artikel, saya balaslah  pesannya.

“Modus kejahatan dan penipuannya sama, ya?” ujar saya singkat.

Sembari memberikan tautan artikel lama, yang baru selesai saya baca. Modus penipuan. Judul beritanya, “Akun Palsu Gubernur Kaltim Kembali Menyeruak, Minta Nomor Kode Whatsapp Sebagai Modus Penipuan.”  

Kamu yang membaca tulisan ini, bisa klik saja judul beritanya di atas. Atau buka melalui tautan ini: https://bit.ly/3uyxWpY

Saya lanjutkan ceritanya.

Mumpung masih menggebu, lantas saya berubah jadi ustaz gadungan. Kasih ceramah sebentar.

“Begini, saya kan penulis sekaligus pegiat literasi. Selalu mengingatkan pengguna media sosial untuk berhati-hati dengan jagad maya. Selain itu, saya sangat paham tentang seluk-beluk teknologi, termasuk aplikasi WhatsApp. Seumur hidup, saya tidak pernah sekali saja memberikan kode tertentu apalagi kode verifikasi pada orang lain. Kode verifikasi dari WhatsApp, pula. Sebab, saya banyak tahu tempe akan ke mana arahnya. Tentu saja, apalagi bila bukan tindak kejahatan dan penipuan. Lagian, baru kali ini saya akan diajak berbincang di WhatsApp, namun pakai diminta kode verifikasi segala. Sudah seperti mau berbicang dengan mesin ATM saja. Bila hendak berteman, ayo berteman yang baik-baik saja, lah, ya. Saya sudah bosan jadi orang jahat. Hidup cuma sekali, masa mau menjahati orang terus sampai mati. Saya turut berdoa saja, semoga Mbaknya selalu sehat dan penuh bahagia. Dan maaf, kode verifikasinya tidak bisa saya berikan. Mohon dimaafkan sebagai sesama manusia, ya. Besok-besok bila kita berjumpa lagi, coba menipu dengan modus yang lain, Mbak Dwi Siska Saputri yang baik. Saya ajari caranya, bila perlu.”

Eh, saya langsung diblokir, dong. Sial, padahal belum selesai ceramahnya. Belum tutup doa, pula.

Untungnya, segala data tentang profil Dwi Siska Saputri termasuk tautan akun dan beberapa fotonya telah saya amankan. Sebagai bahan tulisan dan pelengkap pembuktian. Saya ambil datanya, persis saat sambil membaca artikel. Kala sempat tidak menanggapi pesannya di messanger.

Ya, ganteng-ganteng begini, kan saya tidak oneng.

*****

Sebenarnya, modus kejahatan siber ini telah lama saya ketahui. Namun, baru kali ini mengalami sendiri modus operasinya.

Dari kejadian ini, akhirnya saya mengetahui. Bahwa modus ini mulai marak kembali. Pun jadi paham, mengapa belakangan ini, beberapa anggota Aksarapedia menjadi korbannya.

Apa yang dapat kita petik dari sini?

Banyak.

  1. Yang dilakukan oleh akun Facebook bernama Dwi Siska Saputri tersebut, adalah tindak kejahatan untuk mengambil alih akun WhatsApp kita. Eh, kita?? Kamu aja, kali.
  1. Bila pelaku berhasil mendapatkan kode verifikasi (SMS dari WhatsApp), maka akan digunakan untuk masuk dan mengambil alih serta mengoperasikan akun WhatsApp-mu. Pelaku akan bertindak sebagai dirimu dengan akunmu itu.
  1. Guna memengaruhi agar dirimu mau mengirimkan kode verifikasi, ada berbagai modus yang digunakan oleh pelaku.

Seperti yang dilakukan oleh Dwi Siska Saputri, dirinya beralasan bahwa WhatsApp-nya diprivasi. Sehingga, calon korban harus mengirimkan nomor WhatsApp-nya lebih dahulu, kemudian mau membantunya mengirim kode verifikasi yang diterima oleh calon korban. Alibinya, supaya bisa berkomunikasi dengannya di WhatsApp. Padahal, WhatsApp sendiri tidak pernah membuat syarat dan mekanisme seperti itu, agar satu orang dengan orang lainnya bisa saling berkirim pesan.

  1. Banyak tindak kejahatan yang bisa dilakukan oleh pelaku, bila mereka telah mengambil alih akun WhatsApp-mu. Seperti mengirimi pesan WhatsApp ke teman-temanmu untuk meminjam uang; mengambil informasi akun-akunmu yang lain, andai dirimu lupa menghapus sisa obrolan penting yang memuat data-data; atau malah akan mengambil alih akun Facebook-mu juga. Sebab, WhatsApp dan Facebook, kan, terkoneksi. Maklum, keduanya dimiliki oleh satu perusahaan yang sama semenjak WhatsApp diakuisisi oleh Facebook.

Atau, bahkan besar kemungkinan menjadikan teman-temanmu sebagai calon korban baru dengan modus yang sama.

Pelaku akan berpura-pura menjadi dirimu. Lantas mengirim pesan WhatsApp ke teman-temanmu, dengan alasan WhatsApp-mu sedang bermasalah. Lalu, meminta teman-temanmu untuk mengirimkan kode verifikasi yang diterima melalui SMS di ponsel mereka.

Tentu saja, atas nama pertemanan, kawan-kawanmu itu akan dengan senang hati membantu. Mengirimkan kode verifikasi ke pelaku, yang mereka duga adalah dirimu. Dan jadilah teman-temanmu itu korban selanjutnya. Terus berulang.

  1. Terkait dengan akun Dwi Siska Saputri ini, ada tiga dugaan yang bisa saya simpulkan.

Pertama. Bisa jadi, akun tersebut memang dioperasikan oleh seorang wanita yang jahat bernama Dwi Siska Saputri walau ID Facebook-nya tertulis @adita.frasiska. Sebab, foto-fotonya memang asli, bukan mencomot dari sana-sini.

Kedua. Patut diduga juga, akun tersebut adalah akun palsu yang sengaja dibuat oleh pelaku untuk tindak kejahatan. Foto-foto yang ada, bisa jadi diperoleh dari ponsel milik korban yang lainnya.

Yang terakhir. Pun patut diduga, bahwa akun tersebut telah diambil alih oleh pelaku, dari pemilik asli yang menjadi korbannya, yakni Dwi Siska Saputri.

*****

Melalui tulisan ini saya hanya ingin berpesan.

  1. Sampai planet ini belum benar-benar kenyal lalu meledak, maka jangan pernah memberikan kode verifikasi (kode OTP) akun WhatsApp milikmu, kepada orang lain. Termasuk kode-kode verifikasi akun aplikasi lainnya, seperti aplikasi ojek online, marketplace, apalagi perbankan.

Jangan pernah lakukan itu, baik tatap muka langsung, maupun sekadar lewat media sosial. Apalagi pada orang yang belum kamu kenal pula.

Kecuali, pada orang yang benar-benar kamu percaya. Pasangan atau anak, misalnya. Dan upayakan, memberikannya dengan cara bertatap muka. Untuk menghindari pemintasan data dari pihak lain, bila jangan-jangan akunmu sedang diretas.

  1. Jangan sange’an dan jangan ngacengan saat bermedia sosial. Lihat paha sedikit, terhipnotis. Lihat toket sedikit, tertipu. Lihat yang ganteng-ganteng, mau-mau saja diperintahnya. Jangan, jangan seperti itu. Harus kritis bermedia sosial. Jangan mudah percaya. Ingat, ini sekadar media sosial, akal harus tetap terjaga. Namanya saja dunia maya.
  1. Terkait modus kejahatan siber dalam tulisan ini, maka pastikan dirimu telah mengaktifkan verifikasi dua langkah di akun WhatsApp-mu. Caranya, bisa dilihat pada video yang diunggah oleh Direktorat Tindak Pidana Siber di bawah ini.

  1. Terakhir, pesan khusus. Di luar konteks modus kejahatan di atas, saya ingin mengingatkan. Bahwa sebagai penulis sekaligus penggiat literasi, kala dirimu mendapatkan informasi  seperti foto-foto perempuan yang saya unggah, misalnya, yang perlu dilakukan adalah mengecek informasi tersebut dengan cara bertanya, andai dirimu dapat menjangkau komunikasi dengan pengunggahnya. Bukan justru berasumsi sendiri atas informasi tersebut, tanpa data faktual yang tervalidasi lalu dilanjut ngerumpi. Sebab, dapat berakibat berkembangnya asumsi liar ke mana-mana. Tanpa data, tentunya.

Tanya tentang foto perempuan tersebut, “Siapakah gerangan dirinya?”, “Itu istrinya, ya?”, “Calon istrinya, kah?”, dan lain sebagainya. Cari informasi valid, dengan cara bertanya.

Tidak berasumsi sendiri lantas berkomentar, “Selamat, ya. Semoga disegerakan”, “Cantik banget, istrinya!”, “Selamat ya, semoga disegerakan, bahagia dunia akhirat, amin.”, “Oh iya masih normal,” dan lain-lain.

Itu komentar serampangan, namanya. Dan sungguh menakutkan. Sebab, banyak berkomentar tanpa mengetahui dengan pasti informasinya itu rawan fitnah. Meski kerap terjadi di sebagian warganet negara hula-hula.

Tetapi, terserah, sih, bila tetap ingin seperti itu. Namun, sikap tersebut sama saja sedang membangun asumsi sendiri, tanpa memegang kebenaran informasi. Sangat berbahaya. Karena kebiasaan itulah, fitnah dan hoaks tidak segera lenyap dari negeri ini.

Foto-foto dari akun Dwi Siska Saputri tersebut memang sengaja saya unggah sebelum tulisan ini dibuat. Untuk pembelajaran, guna  mengamati siapa saja yang memiliki kebiasaan mengecek informasi dengan cara bertanya. Dan siapa saja yang terbiasa mengedepankan asumsi liarnya, berdasar apa yang dilihat dan baca saja.

Jadi, mulai sekarang kritislah, bertanyalah. Apalagi di media sosial. Bertanya sembari mengurus rambut agar berkarat, pun tidak apa-apa. Sambil membagikan sabun, pun boleh juga. Sabun untuk mandi dan muka, bukan untuk onani, tentunya.

Kedepankan tanya, bukan dahulukan persepsi tanpa data fakta.

Ya, kali, saya bakal mengunggah foto calon istri atau apalagi istri, dengan memakai gambar yang menampilkan paha dan belahan toket alias payudara ke mana-mana.

Kan, mending saya nikmati sendiri. Sambil makan kuaci. Lantas ke kamar mandi.

Paham, kan, Bun?

Sabun.

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.