Pembelaan Diri yang Sia-Sia!

“Apa itu pembelaan diri yang sia-sia? Semacam menggoreng sandal jepit di atas wajan berisi air, kah?”

 

Fine, ini obrolan sedikit dewasa. Dan koplak, tentunya.

Di antara pembelaan diri yang sia-sia adalah ketika kamu berbicara pada orang yang kamu cintai bahwa dirimu mencintainya, tapi di detik yang sama nyatanya kamu pergi meninggalkan dia untuk menikah dengan orang lain meski dengan alasan terpaksa. Huh, koplak!

Iya sih bener, lisanmu mengatakan bahwa kamu mencintainya. Tapi faktanya, kamu menikah dengan orang lain apapun alasannya. Termasuk alasan klasik, terpaksa!

Dalam pembelaan dirimu itu, yang kamu katakan hanyalah hiburan semata. Ucapan cintamu ibarat kentut berbau. Besar suara, tapi tak ada wujud buktinya. Nggedebus tanpa pembuktian, dengan aroma enggak karu-karuan, bikin sakit hati yang mendengarnya. Yaitu orang yang mencintaimu itu, yang kau tinggalkan itu.

Lalu apa contoh pembelaan diri yang sia-sia lainnya?

Suatu hari saya pernah mendengar cerita dari seorang  istri yang mengatakan bahwa suaminya telah berselingkuh dan tidur dengan wanita lainya. Kemudian perselingkuhan itu terkuak, dan si suami mengakuinya.

Dahsatnya, dalam kondisi pertengkaran hebat, si suami masih punya muka untuk melakukan pembelaan diri. Ia katakan bahwa meskipun dirinya berhubungan badan dengan wanita lain, tapi saat melakukan hal itu, yang dibayangkan adalah muka istri yang dia selingkuhi. Ini apa namanya kalo bukan f*cking dammed?!

Iya bener, Cuk. Kamu membela diri dengan mengatakan bahwa saat bersenggama, wajah istrimulah yang kamu bayangkan. Tapi faktanya, yang kamu tiduri itu bukan istrimu, Cuk!

Tapi dunia memang aneh adanya. Ternyata masih ada yg duper dahsyat. Apa itu?!

Setelah mendengarkan penjelasan dari suami, si istri tak bergeming akhirnya. Luluh lantah lagilah kira-kira. Uhuk-uhuk kembali seperti semula. Sama-sama bikin tepok jidat yang mendengarkan ceritanya.

Apa yang perlu dilakukan pada mereka yang sering melakukan pembelaan diri yang sia-sia semacam itu?

Mudah! Laut masih cukup luas untuk menampung mereka. Dah, itu aja.

Hidup ini terlalu singkat. Termasuk terlalu singkat untuk menjadi bodoh!

Suka katakan suka, tidak katakan tidak, bertahan tetaplah bertahan, pergi segeralah pergi,  bersalah katakanlah bersalah. Tak perlu berada di tengah-tengah, tak perlu membela diri lagi jika memang salah. Apalagi pembelaan diri yang sia-sia.

Demikianlah termos, sutil, kompor dan sumbunya saling bercerita.

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.