Inilah Ujung dari Seorang Penulis

“Cukup menulis sajakah yang perlu dilakukan seseorang penulis? No! Masih ada hal lain yang harus dilakukan. Apa itu?!”

Sebelumnya, berbahagialah jika kita adalah seorang penulis. Setidaknya dengan status itu, kita telah berada pada deretan orang-orang yang dinilai mulia. Bagaimana tidak mulia, sedangkan menulis adalah aktivitas yang dimuliakan. Dan kita yang melakukannya, tentu ikut termuliakan. Semoga.

Coba lihat beberapa sumber dalam kitab-kita agama. Banyak yang bercerita tentang mulianya aktivias menulis di sana.

Bahkan ada sebuah keterangan yang mengatakan, bahwa pena adalah makhluk pertama Tuhan. Yang diperintahkan untuk menulis segala takdir semesta dan kehidupan. Lalu lihat pula ke dalam Al Qur’an, ada surat suci disana. “Al Qalam”, nama suratnya. Artinya? Pena!

Tanpa penulis, entah apa jadinya dunia, entah bagaimana manusia disetiap belahan zamannya, entah seperti apa kita mengenal risalah agama. Tanpa penulis, saya, anda, mereka dan kita semua akan buta lalu menunggu mati dalam kelapukan masa. Tanpa kemuliaan budaya dan jiwa.

Lalu, sudah cukupkan bagi seorang penulis hanya menulis saja kerjaannya? Tentu tidak!

Kita juga harus membaca. Meski membaca tidak diartikan sempit hanya membaca buku saja, tapi tetap saja membaca adalah kebutuhan pokok pengganti nasi bagi seorang penulis. Baca ini dan itu. Semuanya dilalap. Dihirup setiap waktu, seperti oksigen. Tapi tentunya tanpa aroma kentut.

Sudah, hanya membaca saja?

Tidak, masih ada lagi. Memperkuat literasi!

Anak-anak SD berkacamata tebal itu, juga mampu kalau hanya sekedar membaca. Malah mungkin, bacaan mereka lebih banyak daripada kita. Buku apa saja, tulisan segala rupa dapat mereka telan semua. Tapi bukan hanya itu yang pelu dilakukan seorang penulis. Bukan hanya membaca!

Seorang penulis harus memiliki kemampuan literasi. Yaitu kemampuan membaca yang bukan hanya sekedar membaca.

Namun mampu menganalisis informasi, tabayyunisasi, crosscheckisasi, cek ricekisasi, pokoknya yang sa-si-sa-si-an. Terasi.

Termasuk kemampuan menelusuri berbagai macam sumber informasinya. Membandingkan data serta fakta. Mencari kebenaran informasi yang diterima, apalagi jika itu adalah sebuah berita.

Pantang bagi seorang penulis untuk menelan informasi yang belum dicek keabsahannya. Apalagi nekat menjadikan informasi itu sebagai dasar tulisan tanpa mencari tahu lebih dulu muatan kebenarannya. Atau parahnya, terburu-buru ingin langsung membagikan kepada pembaca, yang juga kebetulan memiliki hobi langsung telan informasi pula. Glegegk! Pening pala bebih!

Jika sudah seperti itu yang dilakukan seorang penulis -membaca, menganalisa, mengecek kebenarannya- maka bukanlah hal yang tidak mungkin, bahwa apa yang ditulis dan bagikan, isinya hanyalah kebaikan. Cuma kebaikan.

Ya, hanya kebaikan. Puncak keagungan. Bukankah itu, yang kita semua inginkan??

Jangan kurangi kemuliaan penulis. Hanya karena kita membagikan tulisan atau informasi yang belum dipastikan kandungannya kebenarannya. Atau menjadikan informasi yang kita terima sebagai dasar tulisan sebelum ditelusuri keabsahannya.

Hati-hati dengan pena dan tulisan kita. Katanya, semua kita akan ada dipertanggungjawabkan!

Tetaplah menulis!

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.