Jadi Wanita Harus Kuat!

“Bahwa iman adalah pembenaran hati, diikrarkan melalui lisan, dan dibuktikan dengan amal. Maka tegakkanlah imanmu itu, dengan menjadi wanita pemberani!”

Okay, perlu disampaikan bahwa saya pribadi memilih sikap berdiri tegak. Lalu memberikan penghormatan setinggi-tingginya, pada wanita yang memiliki keberanian untuk membongkar kebusukan (baca : pengkhianatan) suami.

Dibanding pada wanita yang sudah jelas dikhianati, kesakitan, curhat sana-sini dengan perih hati, menangis di pojokan kamar setiap hari, tetapi tidak bertindak atas suami model seperti itu.

Alasannya, apalagi kalo lagi-lagi bukan dogma. Berpikir bahwa penderitaan yang dirasakannya dapat menjadi jalan menuju surga.

Hei! Surga bukan menjadi urusanmu, ladies. Preet, ah!

Namun, baiklah. Bila dirimu ingin berbicara surga, sini kuingatkan.

Dirimu pasti pernah mendengar, “Al imanu huwa tasdiku bi qolbi, wa ikraru bi lisani, wal a’malu bi arkan.”

Yakni bahwa, “Iman adalah pembenaran hati, diikrarkan melalui lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan.”

Juga, dirimu pasti pernah mendengar, “Man roa minkum munkaro, fal yughoyyirhu biyadihi, fa illam yastati’ fabilisanihi, fa illam yatati’ fa biqolbihi, wa dzalika adh’aful iman.”

Bahwa, “Barang siapa melihat kemungkaran, hendaklah mengubahnya dengan tangan. Bila tidak mampu, maka dengan lisan. Bila tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan yang terakhir itu, adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Sekarang, kujelaskan.

Dirimu berharap surga, tetapi membiarkan kemungkaran terjadi di hadapan mata. Jadi, surga belahan mana yang kamu minta??

Pengkhianatan suamimu itu, adalah kemungkaran. Saat dirimu diam saja, hanya berdoa tanpa melakukan upaya membenarkannya, itu lemah iman namanya. Lemah iman, kok, masih berani menginginkan surga.

Come’on, Ladies!

Harusnya kamu sadar. Bahwa mengubah kemungkaran adalah bagian dari menegakkan iman. Yang mungkin, bisa berujung pada surga yang kamu idamkan.

Suamimu berkhianat??

Hajar. Libas. Luruskan. Lakukan dengan cara cerdas dan berkelas. Jangan malah diam. Lakukan upaya semaksimal mungkin. Bertindaklah!

Berbeda cerita, andai dirimu lumpuh. Tidak mampu berdiri. Nah, baru gunakan lisanmu.

Andai mulutmu sudah tidak bisa mengeluarkan suara, nah, baru luruskan dengan doa. Dan itulah selemah-lemahnya iman.

Namun, pertanyaannya adalah, “Bisakah iman yang lemah mendapat jatah surga?” 

Think about it!

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.