Soto Sewu

“Jika enggak ada kisah kebaikan di rumah makan soto ini, saya enggak akan bela-belain belum mandi berswafoto di sana. Lalu menuliskan ceritanya.”

Okey, namanya Soto Sewu. Dalam bahasa Jawa, “sewu” berarti “seribu”. Kalo si Baim bilang, “cibu”. “Bagi duit cibu, ya awoooh,” kata Baim.

Seperti namanya, seperti itu pula harga soto yang dijualnya. Sejak lebih dari lima tahun, pemiliknya enggak mau menaikkan harga jualnya. Rp. 1000 perak! Terjangkau, kan?

Rumah makan yang terletak di Kabupaten Karang Anyar ini lokasinya agak menjauhi pusat kota. Namun demikian, cukup mudah untuk menyambanginya. Dan karena kebetulan sedang berada di sana untuk sebuah acara, saya penasaran untuk mencobanya.

Ruangannya cukup cozy. Parkirannya juga cukup memadai untuk menata beberapa mobil dan motor beneran. Apaplagi mobil-mobilan dan motor-motoran mainan.

Jajan yang disajikan cukup nikmat, lengkap dan selalu hangat. Sehangat tatapan jomblo di samping rumah Mak Ijah. Juga sehangat senyum para pekerjanya yang berjumlah sepuluh orang dan terbagi dalam dua shift. 10 orang dan dua shift. Catat!

Fine,..

Di sini, di lokasi yang cukup jauh dari keramian kota, ada rumah makan yang menjual soto dengan harga seporsi seribu perak. Tanpa subsidi keuntungan silang, tapi memiliki pekerja sepuluh orang dan terbagi dalam dua shift. Auooo,..Tuhan pengen nunjukin rahasia apalagi ini?

Sambil menanti soto diracik, penasaran saya mengusik. Ngeluyurlah saya ke segala ruang hingga dapur. Dan benar saja. Emak-emak, bapak-bapak sedang bersibuk ria dengan tugas masing-masing.

Ada yang nggoreng, ada yang belah kayu, ada yang ngutak-atik tabung gas, ada yang shock kaget mengira Sammy Kerispatih dateng. Aura wajah-wajah sejuk penuh senyum dan niat baik.

Setelah berhasil ngajak ngobrol sama empunya soto sambil menikmati hidangan, saya mengetahui bahwa awal mendirikan usaha itu memang diniatkan untuk harapan kebaikan aja.

Berharap para pelajar dengan uang seribu bisa sarapan. Berharap pejalan kaki yang melintas bisa kenyang. Berharap enggak ada warga sekitar yang menahan lapar. Berharap, berharap dan berharap siapapun dapat mengenyangkan perutnya dengan seribu rupiah. Bahkan, bagi mereka yang memang tak memiliki uang sama sekali, tetap akan dilayani. Free. Dahsyat!

Sempat pula muncul usaha-usaha serupa menggunakan nama yang sama, “Soto Sewu”. Namun kini gulung tikar karena para pesaing itu tak mampu mempertahankan harganya agar tetap “sewu”. Sepertinya, beda niat maka beda pula hasilnya.

Sebelum mengakhiri obrolan, saya meminta padanya untuk berfoto bersama demi melengkapi dokumentasi tulisan tentang orang-orang baik. Namun dengan santun beliau menolak. Alasannya sederhana.

Bukan karena saya terlalu banyak bertanya, bukan pula karena saya telah menghabiskan empat mangkok soto racikannya. Melainkan karena beliau enggak mau dikenal. Karena ada rasa takut jika nanti muncul kesombongan diri, yang dapat merusak niat baik dalam hati. Jleb!

Sayang, suatu hari kelak akan aku ajak dirimu ke situ. Melihati satu lagi manusia baik pecinta Tuhan. Yang ditampilkan pada kita untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan. Yang berbuat baik tanpa pandang beda, tanpa melihat rupa. Memanusiakan manusia.

Tuhan Maha Keren,..!

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.