Tabayyun, Tatsabbut dan Micin di Antara Penggerak Literasi

Perintah memeriksa informasi diungkapkan oleh Al-Qur’an dalam kata “fatabayyanu”. Makna kata itu akan semakin mantap untuk dipahami dengan memperhatikan bacaan Al-Kisa’i dan Hamzah, yang membaca kata tersebut menjadi “fatatsabbatu”.

Rasanya, agak sedih dan mendadak lemes tiap membaca bagian ayat 6 dari Surat Al Hujurat dalam Kitab Suci Al Qur’an.”

Jika diartikan :

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti. Agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
(Al-Hujurat: 6)

Perintah memeriksa informasi diungkapkan oleh Al-Qur’an dalam kata “fatabayyanu”. Makna kata itu akan semakin mantap untuk dipahami dengan memperhatikan bacaan Al-Kisa’i dan Hamzah, yang membaca kata tersebut dengan “fatatsabbatu”.

Kedua kata itu memiliki makna yang mirip. Asy-Syaukani di dalam Fath Al-Qadir menjelaskan, “Tabayyun” maknanya adalah memeriksa dengan teliti, sedangkan “Tatsabbut” artinya tidak terburu-buru mengambil kesimpulan seraya melihat berita dan realitas yang ada sehingga jelas apa yang sesungguhnya terjadi.

Atau dalam bahasa lain, berita itu harus dikonfirmasi, sehingga merasa yakin akan kebenaran informasinya, untuk kemudian dijadikan sebuah fakta.

Lalu, siapa itu orang fasiq?

Yaitu orang-orang yang terkadang bicaranya benar, jujur, tidak berbohong tapi terkadang pula biacaranya tidak benar, tidak jujur dan berbohong. Ibarat kata, orang fasiq adalah orang yang kadang benar kadang juga salah. Kadang jujur, kadang tidak. Kadang tidak berbohong, kadang juga berbohong. Kadang mandi, kadang enggak. Kadang waras, kadang gila. Kadang hidup, kadang juga mati. Kadang bergelantungan, kadang merayap. Kadang jadi manusia, kadang jadi alien. Gitu aja seterusnya sampe pagi.

See?

Seharusnya mereka paham dan enggak perlu menelan hoax di media sosial saban hari. Sudah saatnya kita melek media sosial, punya kemampuan literasi yang baik, bisa membedakan mana yang layak dishare, dan mana yang tidak.

Supaya tidak mudah terhasut, menghasut, tidak mudah menyebarkan rumor, gosip apalagi fitnah dan pertikaian. Serta dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang dengan sengaja menggunakan ketidak tahuan kita demi kepentingan pribadi yang tamak, rakus juga baper.

Demikian juga sebagian kita selaku penggerak literasi. Biasakan untuk konfirmasi informasi ke berbagai sumbernya. Amati, bandingkan, analisis. Jangan terburu menelan mentah-mentah. Sandal mentah ditelan, melilit nanti perutmu.

Tak perlu lah mengunyah micin lagi. Bicara saja data, tunjukkan fakta pada batasan yang menyentuh logika. Jangan mudah percaya, jangan mudah terbawa perasaan, jangan baperan. Begitu seharusnya dan begitu pula seterusnya.

Karena kecerdasan adalah berbatas. Yaitu hanya hinggap pada orang-orang yang rajin meluruskan informasi melalui konfirmasi serta penelusuran fakta.

Sedangkan kedunguan selalu tak mengenal batas. Dia melintasi sekat agama, status sosial, golongan dan menembus segala batasan bagi mereka yang menerima informasi dengan kemalasan. Malas merangkai data-data. Juga malas konfirmasi. Bahkan dapat menimpa kepada penggerak literasi itu sendiri.

Dan riang gembiralah sutil, wajan, panci dan penggorengan. Tepuk tangan, bersorak, “Horaay!”

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.