“Coli-Coli, Ngaceng Aja!”

“Memahami, memiliki kedudukan penting. Bahkan lebih tinggi dari membaca.”

Demikianlah ragam bicara. Ragam komunikasi. Ada-ada aja. Kadang memang aneh mengetahuinya. Bisa fatal pula bila tak memahaminya.

Apalagi jika kita mendengarnya sebagian saja, enggak memahami sepenuhnya. Pun, apalagi jika kita membacanya setengah-setengah saja. Cuma judulnya.

Ditambah otak bergeser kemana-mana. Bisa salah sangka akhirnya. Salah duga. Bahkan bisa turut menyebar fitnah kemana-mana. Enggak percaya? Tanya aja pada onde-onde yang menggelinding di atas hamparan biji wijen.

Sebagai penggerak literasi, sejatinya kita meletakkan aktivitas membaca pada posisi yang tinggi. Membaca sampai titik koma, sampai kata terakhirnya. Agar mengetahui sebuah informasi sejelas-jelasnya.

Sebagai manusia, kita juga perlu melakukannya. Bukankah perintah-Nya sudah jelas, bacalah!. Meski rupa-rupa yang perlu dibaca. Tapi tetap saja, Bacalah. Baca hingga tuntas.

Baca, baca, baca. Lalu naik tingkat, memahaminya. Memahami apa yang kita baca.

“Coli-coli, ngaceng aja”.

Apa jadinya, jika tukang siomay yang tidak paham dengan kalimat itu. Mendengarnya terucap dari mulut anak kecil yang baru saja dimarahinya, karena menjatuhkan salah satu sendok dari atas meja gerobaknya.

Apa pula jadinya, jika sebagian kita membaca tulisan ini hanya pada judulnya saja. Tanpa menyelesaikan hingga akhir kata. Apalagi ditambah pikiran yang kemana-mana.

Di kalangan anak gaul, “coli” adalah bahasa plesetan untuk kata baku “onani”. “Ngaceng” pun sama, ragam bahasa gaul juga. Yang jika di Indonesia-kan, berati “ereksi” – penis yang mengeras -.

Jadi, jika kita kurang memahami dengan benar, mungkin akan mengartikan frasa di atas adalah,

“onani melulu, ereksi aja terus-terusan”. Nah!

Tapi sebenarnya, jika kita membaca tulisan ini hingga tuntas, maka kita akan tau maksudnya.

Bukan perihal onani dan ereksi yang ingin disampaikan si bocah kecil tadi. Melalui kalimat itu, sebenarnya dia ingin meminta maaf. Namun karena lidahnya terlalu mungil, ditambah cedal pula, ya seperti itu terdengarnya.

“Coli-coli, ngaceng aja.”

“Sory,..sory, enggak sengaja.”

Maksudnya, bocah itu ingin meminta maaf pada tukang siomay. Karena menjatuhkan sendok secara tak sengaja.

See,..?
Memahami, memiliki kedudukan penting. Bahkan lebih tinggi dari membaca.

Tanpa memahami, apa yang kita baca tak berarti apa-apa. Untuk mulai memahami apa-apa, diawali dengan budaya membaca. Hingga tuntas.

Persis seperti slogan minuman jamu instan para wanita, tatkala hendak merampungkan siklus bulanannya. Tuntas. Tasss,..tass,..tasss. Sorr!

Yuk membaca. Hingga tuntas. Lalu menulis. Sampai nyawa tak bernafas. Betul kan, Neng. Yang abang katakan?

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,…

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.