Menulis itu Mulia. Enggak Percaya?!

“Nun! Wal qolami wa maa yasthuruun.” Nun! Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.

(Al-Qalam : 1-2 ).

Menurut sebuah risalah, di suatu masa, Tuhan berbicara pada pena.

“Tulislah!”, Tuhan memerintah.

“Wahai Tuhan, apa yang harus aku tulis?”

“Tulislah takdir segala sesuatu, sampai datang nya hari kiamat!” Tuhan kembali memerintah.

“Sami’na wa atho’na. Hamba dengar, hamba laksanakan. Sendiko dawuh, Duhai Tuhan.” Jawab pena.

Demikian mulianya pena. Bahkan Tuhan pun mempercayakan segala takdir ditulis olehnya. Sebegitu mulianya pena, sebegitu juga aktivitas menulisnya. Ya, menulis adalah aktivitas yang mulia.

Enggak percaya?? Mari kita tengok kemuliaannya.

Lihatlah bagaimana sejarah dimuka bumi ini diabadaikan. Bagaimana penemuan-penemuan tiap abad dilestarikan. Lihat pula bagaimana para Guru, Sufi, Pendeta, Biksu, Pandita, Pemangku, Kyai, Pastor, Rabi, Wen Shi, meluruskan umat manusia agar tak terjerumus pada lembah hina, melalui khutbah dan pengajaran yang mereka tuliskan.

Tanpa tangan-tangan mereka yang menulis semua, kita telanjang di dunia. Tak tau apa-apa. Bugil. Isi kepala kita kerdil. Kecil. Sekutil. Pentil juga boleh.

Perjalanan umat, digenggam oleh sentuhan tulisan mereka. Seberapa kuat pena yang mereka genggam, menorehkan khutbah-khutbah menjadi tongkat penyelamat bagi mereka yang mulai tak tentu arah. Takdir manusia, dikawal oleh para pemegang pena.

Kemudian lihat juga. Bagaimana dalam sebuah Kitab Dia berfirman.

“Nun! Wal qolami wa maa yasthuruun.” Nun! Demi pena dan apa yang dia tuliskan. (Al-Qalam : 1-2 ).

Pahami saja, apa makna di balik Sumpah-Nya dengan mengucap “Demi Pena!”.

Para mufasir menjabarkan bahwa ada rahasia penting yang Dia maksudkan. Juga ada kemuliaan dibaliknya.

Ya. Sesuatu yang disumpahkan oleh-Nya, itu artinya memiliki kedudukan yang begitu mulia. Oleh sebab itu, tak dapat dipungkiri lagi bahwa pena dengan segala yang dikiaskannya, adalah sebuah kemuliaan. Dan yang menggenggamnya, juga berada dalam kemuliaan yang sama.

Merekalah para penulis. Manusia-manusia di setiap perempatan zaman yang mempertajam pena-nya. Para pilihan yang menulis tentang segala isi semesta-Nya.

Dia adalah Maha Mulia. Sumpah-Nya, adalah kemuliaan-Nya. Yang disumpahkan-Nya dalam hal ini “pena”, pasti termuliakan juga. Dan manusia-manusia menjungjung tinggi apa yang Dia sumpahkan, itu artinya? Pikir aja sendiri.

Aniwe, Neng. Kira-kira butuh calon imam seorang penulis, enggak?

“Iya, Bang. Butuh banget. Kebetulan mushola di komplek perumahan saya enggak ada imamnya. Dia lagi pulang kampung.”

-_-

Kriiik,…Kriiik…Kriiik

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.