Pelakor, Binor dan Lakor. Siapa yang Salah?

“Gimana pun, sebagian perempuan itu seperti Burung Kuntul. Malu-malu mau gimana gitu. Sangat susah dirayu, tapi sekali kena rayu, dengan ini dan itu, mendarat juga sambil tersipu.”

Sebelum menjawab pertanyaannya, kita pahami dahulu ketiga akronim serampangan itu.

Kenapa penulis sebut serampangan?

Karena ketiganya tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sebagian kita ini seenak jidat aja membuat akronim, dan seenak jidat pula ikut mempopulerkannya.

Okay, menurut yang diketahui banyak alien, “Pelakor” adalah akronim dari “Perebut laki Orang”. Maksudnya, perempuan yang ditengarai telah “merebut” suami milik perempuan lain. “Binor” adalah akronim dari “Bini Orang”. Istilah serampangan untuk menyebut istri milik pria lain. Dan “Lakor” adalah “Laki Orang”. Istilah serampangan pula untuk menyebut suami milik perempuan lain. Mudah dipahami ya?

Belakangan marak kejadian yang berkaitan dengan ketiga akronim itu. Miris, tapi seru untuk ditulis. Terutama pada kapasitas mempertanyakan siapakah di antara mereka bertiga yang salah, jika “perebutan” itu terjadi.

Tentu saja, jawaban yang disampaikan dalam tulisan ini adalah bentuk opini saya pribadi. Bukan hasil penelitian empiris. Fine, mari kita breakdown satu per satu.

Pelakor, apakah mereka bersalah?
Bisa iya, bisa juga tidak. Mengapa? Banyak alasannya.

Seorang perempuan bisa saja mengetahui bahwa seorang pria sudah memiliki istri atau belum. Lakor atau bukan. Jika sudah tau dan masih saja disikat untuk menjalin hubungan dengannya, jelas di sini perempuan itu kemaruk, apapun alasannya. Pe’A!.

Tapi tunggu dulu. Ada sebagian dari mereka yang diduga “pelakor” itu nyatanya tidak mengtehaui bahwa si pria sudah beristri. Ya tau sendirilah zaman sekarang, pria pandai menutupi.

Ada yang bilang sudah duda, ada yang bilang sedang pisah ranjang, ada yang bilang sedang mengurus perceraian. Rupa-rupa bibir manis pria. Tentang ini, di tulisan yang lain penulis akan bagikan tips bagaimana cara untuk mengetahui bahwa seorang pria benar-benar sudah duda atau bukan. Biar pada pintar.

Kembali lagi pada kondisi “pelakor” di paragraf atas. Tentu terlalu dini jika perempuan semacam itu disebut sebagai pelakor. Penulis lebih merasa pas untuk menyebutnya “korban” bibir lamis pria.

Gimanapun, sebagian perempuan itu seperti Burung Kuntul. Malu-malu mau gimana gitu. Sangat susah dirayu, tapi sekali kena rayu dengan ini dan itu, mendarat juga sambil tersipu. Meski rayuan itu penuh dengan gombalan dan kebohongan. Iya, Kan? Mau protes, silakan.

Binor, apakah mereka bersalah?
Bisa iya, bisa juga tidak. Mengapa? Banyak alasannya.

Seorang istri alias binor harus menjaga ketat suaminya. Seketat mungkin, tapi dengan komunikasi yang sebaik mungkin.

Contoh, enggak perlu alasan mbelgedes-mbelgedesan “menghormati” privasi suami hanya karena takut membuka dompetnya, takut membuka hapenya. Preet. Namanya menikah, semua keterbukaan itu wajar dan harus. Suami yang protes, lelepin aja ke jurang.

Ini salah satu contoh. Banyak contoh lainnya baik berkaitan dengan masalah internal maupun eksternal keluarga. Intinya, saat istri membiarkan ada peluang lakinya “direbut” orang , maka pada titik tersebut dirinya juga berandil salah.

Tapi jika semua peluang itu sudah dia tutupi, kekurangan dirinya sudah disempurnakan, sudah menjadi istri yang baik, sudah masak yang enak, dandan setiap waktu, gurah vagina, menjaga tutur kata, menghormati, patuh dan sebagainya, lakinya masih aja “bermain” di luar sana, ya tentu istri semacam itu patut untuk dibela.

Lakor, apakah mereka bersalah?
SALAH BANGET!. Khusus untuk manusia satu ini, tidak ada alasan untuk disebut benar. Apapun alasannya.

Seorang suami, sangat sadar bahwa dirinya beristri. Seorang suami, sangat sadar bahwa “berhubungan” dengan yang bukan istrinya adalah kesalahan. Apapun alasannya, sebesar apapun godaannya.

Jika ada permasalahan dengan istri, baik urusan dandan, ranjang hingga masakan, maka bicarakan untuk sebuah perbaikan. Bukan lantas kelayaban. Jika ada godaan yang datang dari luaran maka sampaikan pada istri. Dia pasti akan maju di barisan paling depan.

Bukan dinikmati sambil sembunyi dan mencuri-curi di belakang istri. Jika benar-benar tak bisa diselesaikan, segera bicarakan tentang perpisahan, lalu silakan mau ngapain aja diluaran. Itu namanya laki-laki.

Akhirnya, kita semua tau siapalah yang salah. Dan seperti tulisan yang sudah-sudah, samudera cukup luas bagi para suami yang pandai bersilat lidah.

Jika mau, negeri ini masih banyak menyediakan pria-pria baik. Sehingga kamu mampu memastikan, untuk mati dalam kebahagiaan. Bukan hidup serumah dalam kungkungan kesedihan, hanya karena suamimu adalah pecinta lendir dari hasil keluyuran. Tenggelamkan!

Kriiik,…Kriiik,…Kriiik,….

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.